Bandung Barat, (Mitraenamdua.com)_ Sebanyak 80 warga dari Kota Baru Parahyangan melalui kuasa hukumnya menyampaikan keberatan atas penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di kawasan tersebut. Keberatan ini telah dilayangkan secara resmi kepada Bupati Bandung Barat.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) Kabupaten Bandung Barat, Duddi Prabowo, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penetapan NJOP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Senin, (09/09/2024).
“Kami telah menerima surat keberatan dari 80 warga Kota Baru Parahyangan terkait NJOP. Hari ini, kami berdiskusi dengan Sekda Kabupaten Bandung Barat, sesuai dengan arahan Penjabat Bupati. Secara normatif, apa yang telah kami lakukan sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Peraturan Bupati, dan Keputusan Bupati,” ungkap Duddi Prabowo saat diwawancarai.
Duddi menjelaskan bahwa penetapan NJOP ini didasarkan pada kajian konsultan, bukan sekadar keputusan sepihak.
“Kami menetapkan NJOP ini berdasarkan hasil kajian konsultan. Memang ada selisih yang signifikan antara harga pasar di Kota Baru Parahyangan dengan NJOP yang kami tetapkan. Saat ini, NJOP berada di kisaran Rp5 hingga Rp8 juta per meter persegi, sedangkan harga pasar berkisar antara Rp12 hingga Rp20 juta per meter persegi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Duddi menegaskan bahwa warga memiliki hak untuk menyampaikan keberatan, dan pihaknya akan mempertimbangkan masukan tersebut.
“Hak warga negara atau wajib pajak untuk mengajukan keberatan tentu kami hargai. Namun, perlu diperhatikan bahwa penetapan NJOP ini sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sedang berjalan, dan mayoritas masyarakat juga sudah membayar,” tambahnya.
Duddi juga menyoroti pentingnya penerimaan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama bagi Kabupaten Bandung Barat.
“Pajak masih menjadi salah satu sumber pendapatan daerah unggulan, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang menyumbang hampir 40% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bandung Barat. Ini merupakan potensi besar yang perlu dioptimalkan,” tegasnya.
Menanggapi keberatan warga, Duddi menyatakan bahwa pihaknya siap untuk membuka ruang dialog dan mencari solusi terbaik, termasuk mempertimbangkan penyesuaian NJOP di masa mendatang.
“Ada saluran yang bisa digunakan warga sesuai amanat undang-undang, termasuk dalam Perda. Kami akan terus berupaya mencari solusi terbaik yang adil bagi semua pihak,” pungkasnya.
Catatan Redaksi : Dengan adanya dialog ini, diharapkan dapat tercapai kesepakatan yang adil dan sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga kepentingan pemerintah daerah dan masyarakat dapat sejalan dalam pembangunan Kabupaten Bandung Barat.
Jurnalis : DM62
Sumber : Liputan
Editor : Mitraenamdua.com