Garut, mitraenamdua.com –
Pemerintah akhir-akhir ini bertindak tegas dengan menutup Judi Online (Pinjol) dan Judi Online (Judol) yang memang dirasakan sangat meresahkan masyarakat.
Terutama di Jawa Barat, dimana pekan lalu, Pemprov Jabar telah mendeklarasikan Gerakan Tolak Judol dan Pinjol Ilegal.
Akan tetapi, Pemerintah seakan melupakan bahwa, bukan hanya Pinjol dan Judol yang dapat merugikan masyarakatnya, namun banyak bermunculannya platform Online yang luput dari perhatian pemerintah.
Menyoal platform online, dulu sudah beredar sebelum adanya judol dan pinjol, namun keberadaannya seakan aman-aman saja. Padahal platform-platform tersebut, telah banyak memakan korban, mulai kalangan atas sampai masyarakat bawah.
Salah satu yang sudah memakan korban adalah Liveshopping, sebuah platform yang bergerak dengan mengiming-imingi keuntungan yang berlipat ganda dengan modal sedikit.
Bahkan, tak jarang para agennya memberikan pendaftaran secara gratis dengan cara membayarkan top up untuk level pertama. Setelah pendaftaran/registrasi di hari pertama berjalan mulus sehingga si pendaftar mendapatkan keuntungan.
Hal tersebut dirasakan oleh seorang korban asal Kabupaten Garut, berinisial DAN. Menurutnya, berawal dari perkenalan dengan seseorang melalui medsos (facebook), akhirnya ia tertipu hingga jutaan rupiah.
“Awalnya diajak teman untuk ikut di platform Liveshopping, malah dia yang membayar biaya pendaftarannya, sebesar 250 ribu rupiah serta di iming-imingi keuntungan.
Meski awalnya menolak, akhirnya tergiur juga,” aku korban tersebut, Senin (18/11).
Namun, lanjut DAN, memasuki hari kedua baru perangkap sebenarnya diterapkan dengan terus menerus harus melakukan top up yang nilainya berkali kali lipat dari top up awal. Dari situlah keuntungan yang didapatkan pengelola platform Live shopping.
Cara kerja platform itu, jelas korban, setelah teregristasi dan top up, langsung dapat poin, lalu poin itu dimainkan, berupa misi mengklik produk online sampai bernilai 30/30 misi berakhir dan masuk uang ke ATM kurang lebih Rp. 350.000,00.
Kemudian, setelah diawali top up lagi Rp. 250 000, selanjutkan memainkan misi kembali.
Namun baru mencapai 3/30, diharuskan lagi top up sebesar Rp. 374.000, sehingga ia top up lagi sesuai jumlah tersebut.
“Setelah top up yang kedua dan memainkan misi, baru juga mencapai 10/30 harus top up lagi sebesar Rp. 874.000. saya merasa terkejut dan langsung menanyakan kepada pembimbing/teman saya untuk menanyakan kepastianya,” tandasnya.Kemudian, jelas korban, ketika ditanyakan dia meyakinkan agar mengusahakan nyari pinjaman untuk top up kembali, karena nantinya akan mendapatkan keuntungan samapi 50 persen dari modal. “Katanya, itu adakah top up terakhir dan akan langsung cair,” tutur DAN.
Maka, sambung korban, dengan berat hati, dirinya mencari pinjaman sebesar Rp. 874.000,00 kemudian misi bisa di lanjutkan, namun baru 15/30, kembali diharuskan top up sekitar Rp.1.700.000,00.
“Saya marah pada teman saya karena harus top up kembali dengan nilai yang lebih besar. Setelah saya desak terus, dia di bersedia mengembalikan uang Rp. 500.000, dengan syarat harus melanjutkan permainan, tapi langsung saya tolak,” jelasnya.
Oleh karena itu, dirinya berkesimpulan bahwa platform Liveshopping adalah platform penipuan.
Pasalnya, ketika top up, maka akan terus menerus diharuskan top up, tanpa adanya pengembalian keuntungan.
“Bagi masyarakat, dengan kejadian seperti ini maka saya menghimbau agar berhati-hati ketika ada yang menawarkan suatu aplikasi atau platform dengan iming-iming keuntungan berlipat, seperti Liveshopping yang jelas jelas merugikan. Cukuplah saya yang menjadi korban, jangan ada lagi korban korban lainnya,” pungkasnya.
(Bah Erond)