Pilkada KBB, Pemilih Sulit Rasional di Tengah Krisis Ekonomi, Ini Kata Lili

Bandung Barat, (Mitraenamdua.com)_ Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Bandung Barat, Lili Supriatna, menyatakan kekhawatirannya terkait maraknya praktik politik uang dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam wawancaranya melalui pesan WhatsApp, Lili menegaskan bahwa fenomena ini berpotensi merusak tatanan demokrasi yang ideal. Sabtu, (14/09/2024).
“Seperti halnya pilkada pada umumnya, saat ini politik uang mengalahkan cara pandang yang rasional. Ini berbahaya dan akan menghancurkan secara cepat demokrasi yang menjadi impian dalam proses politik,” ujar Lili dengan nada tegas.
Ia menyoroti bahwa ada dugaan kebejatan para pelaku politik uang perlu dilihat lebih dalam sejak awal proses pencalonan.
Lili menekankan pentingnya komitmen moral tinggi dari calon kepala daerah, mulai dari proses pendaftaran hingga pelaksanaan pemilihan.
“Rekomendasi untuk mendaftar sebagai bakal calon di KPU daerah seharusnya didasarkan pada moral yang bersih. Politik uang harus diharamkan dan tidak dilakukan,” lanjutnya.
Menurutnya, hanya dengan moralitas yang tinggi, kontestasi pilkada dapat berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang adil dan sehat.
Lili juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu dalam menolak politik uang.
“Mari kita bersama-sama melakukan paduan suara, menolak politik uang saat menjelang pemilihan rasionalisasi,” ajaknya.
Namun, ia mengakui bahwa kondisi ekonomi masyarakat yang sulit saat ini menjadi tantangan tersendiri.
Lili menyinggung bahwa inflasi dan ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat sulit mempertahankan daya pilih rasional mereka.
“Pemilih saat ini berada dalam tekanan inflasi, di mana masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Siapa yang bisa menjamin bahwa masyarakat dalam kondisi perut kenyang dan kebutuhan rumah tangga terpenuhi, sehingga mereka bisa memilih pemimpin dengan pendekatan visi dan misi?” tanya Lili retoris.
Menurutnya, masalah ini seharusnya menjadi kekhawatiran bersama, baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah. Ia mengkritik pemerintah jika hanya bersikap pasif tanpa ada tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Jika Pemerintah Daerah KBB sudah mampu meletakkan dasar atas peningkatan kesejahteraan, tentu kekhawatiran terhadap politik uang bisa diminimalisir,” ujarnya. “Namun, jika hal itu tidak pernah dilakukan, kekhawatiran hari ini hanyalah seperti ‘menepuk air di baskom, muncrat ke wajah sendiri’.”
Lili juga mengingatkan bahwa masyarakat harus cermat mengamati setiap kampanye calon kepala daerah. Dari sana, masyarakat dapat menilai siapa kandidat yang mampu mengelola anggaran secara baik dan tidak sekadar berburu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
“Mari kita bersih-bersih dengan keteladanan, bukan merengek atas ketidakberdayaan. Masyarakat KBB sudah paham bagaimana akhirnya ketika kepala daerah terpilih berbagi dan memanfaatkan APBD untuk kepentingan tertentu, dengan mengabaikan masyarakat yang telah memilihnya,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Lili menegaskan bahwa kepala daerah yang akan datang harus memiliki komitmen kuat untuk memprioritaskan kesejahteraan masyarakat.
“APBD bukan untuk kekuasaan dan legislatif, melainkan untuk kesejahteraan masyarakat, tanpa mengabaikan hak-hak yang diperoleh sebagai kepala daerah maupun legislatif melalui dana aspirasi,” tutupnya.
Jurnalis : DM62
Sumber : Lipsus
Editor : Mitraenamdua.com