Dadang A. Sapardan
Masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), calon gubernur dan wakilnya, demikian pula calon bupati/walikota dan wakilnya sudah memperlihatkan riak-riak yang semakin masiv. Beberapa pasangan calon sudah menerapkan berbagai strategi untuk menarik simpati masyarakat dengan harapan pasangan tersebut menjadi pilihan masyarakat pada saat melakukan pencoblosan di bilik suara. Pasangan yang disodorkan kepada masyarakat bukanlah sosok yang main-main. Keberadaan pasangan calon pada perhelatan Pilkada mengarah pada dua dikotomi. Sosok dengan tipikal kepemilikan kapabilitas dan sosok dengan kepemilikan popularitas. Sosok gabungan dari dua tipikal inilah yang saat ini benar-benar terlihat disodorkan oleh setiap pengusungnya.
Geliat pelaksanaan Pilkada sudah mulai berlangsung. Keriuhannya terepresantikan melalui tampilan ribuan baligho alat peraga kampanye yang berjejer sepanjang jalan protokol, bahkan sepanjang jalan di pelosok. Belum lagi dengan ribuan promosi dan kampanye dari setiap pasangan calon yang mewarnai berbagai kanal media sosial—whatsapp, facebook, instagram, twitter, serta youtube. Keriuhan yang menunjukkan dinamika tahapan pelaksanaan Pilkada telah dan akan mewarnai kehidupan masyarakat pada beberapa waktu ke belakang dan waktu mendatang.
Bukan itu saja, berbagai strategi kampanye sudah pula diterapkan oleh setiap pasangan calon dan timnya. Strategi kampanye yang paling banyak dilakukan untuk meraih simpati masyarakatan adalah strategi blusukan. Para calon atau pasangan calon melakukan blusukan ke berbagai kantong masa. Mereka menyapa langsung masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan harapan agar masyarakat lebih mengenal lebih dekat yang pada ujungnya, masyarakat menetapkan pilihan terhadap calon saat di bilik suara.
Pilkada menjadi sarana pemberian hak konstitusional kepada setiap masyarakat untuk dapat memilih dan menentukan pemimpin daerah pada level provinsi atau kabupaten/kota. Masyarakat diberi hak untuk menentukan sosok yang akan memimpin mereka dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Pelaksanaannya menjadi instrumen hulu dalam kurun waktu kepemimpinan pemerintahan daerah.
Mengacu pada regulasi yang berlaku, sistem pemilihan dalam Pilkada tidak dapat mengesampingkan peran partai politik. Partai politik menjadi perahu tunggangan para pasangan calon untuk dapat berkontestasi melawan pasangan calon lainnya. Sekalipun demikian, ruang untuk pasangan calon perseorangan terbuka juga. Pasangan ini dimungkinkan mengikuti kontestasi melalui jalur independent dengan jumlah persayaratan dukungan masyarakat yang harus dipenuhinya.
Ajang Pilkada menjadi media pengujian kecermatan setiap partai politik dalam menetapkan pasangan calon yang diusungnya. Partai politik tentunya menyodorkan pasangan calon yang dianggap memiliki peluang besar untuk mendapatkan simpati masyarakat, sehingga pada ujungnya masyarakat akan menjatuhkan pilihan pada pasangan calon dimaksud. Untuk itu, pasangan calon yang disodorkan partai politik harus merupakan sosok yang dipandang memiliki elektabilitas paling tinggi di antara pasangan calon lain yang menjadi kompetitornya.
Elektabilas adalah kemampuan atau kecakapan seseorang atau kelompok orang untuk dipilih dalam menduduki suatu jabatan tertentu, terutama pada jabatan dalam jabatan politik dan pemerintahan. Seorang calon memiliki elektabilitas tinggi, didasari oleh penilaian positif dari setiap masyarakat pemilihnya. Dengan demikian, sosok dengan elektabilitas tinggi diprediksi akan menjadi pilihan masyarakat pemilihnya, sehingga akan menjadi peraih tertinggi dalam perolehan suara.
Upaya mengangkat elektabilitas pasangan calon, dimungkinkan dipengaruhi dua faktor, yaitu tingkat popularitas serta tingkat kapabilitas. Kedua faktor tersebut menjadi dasar pijakan kepemilikan elektabilitas tinggi, sehingga kesempatan untuk menjadi pemenang dalam dalam kontestasi sangatlah besar, termasuk dalam kontestasi Pilkada.
Popularitas adalah tingkat kepopuleran seseorang di kalangan masyarakat pemilihnya. Bagaimana masyarakat pemilih begitu familiar dengan pasangan calon, sehingga akan dengan mudah diterima, diakui, atau disukai. Popularitas calon menjadi topangan utama dan penting untuk memenangkan perhelatan pemilihan. Karenanya tidak heran banyak partai politik yang mengincar para pesohor seperti selebritis, pejabat, dan pengusaha untuk menjadi sosok usungannya dalam perhelatan Pilkada. Pilihan jatuh kepada mereka karena dianggap sudah familiar di kalangan masyarakat pemilihnya.
Kapabilitas adalah kemampuan mengeksploitasi kompetensi yang dimilikinya guna menjalankan aktivitas tertentu. Kapabilitas dipengaruhi kepemilikan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan pelatihan sehingga terbangun suasana inovatif dan adaptif dengan dinamika yang sedang berlangsung. Seorang dengan tingkat kapabilitas tinggi akan dapat berkontribusi optimal terhadap laju perkembangan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.
Berkenaan dengan pelaksanaan Pilkada yang akan berlangsung dalam beberapa waktu mendatang, popularitas dan kapabilitas setiap pasangan calon menjadi pertaruhan setiap partai politik untuk memenangkan pasangan calon yang diusungnya. Dengan berbekal popularitas dan kapabilitas, kesempatan terpilihnnya pasangan calon oleh masyarakat pemilih pada Pilkada dimungkinkan akan sangat besar.
Kenyataan saat ini telah memperlihatkan bahwa setiap partai politik sudah menetapkan pasangan calon usungannya. Pada umumnya, dua indikator itulah yang merepresentasikan setiap pasangan calon yang ditetapkan oleh partai politik. Untuk meraih elektabilitas tinggi, sosok populer dari kalangan artis menjadi pilihan beberapa partai politik. Sosok ini dipadukan dengan calon dari kalangan politikus atau birokrat yang merepresentasikan sosok kapabel dalam pengelolaan pemerintahan.
Di tengah tingkat pendidikan politik masyarakat yang masih tergolong rendah, popularitas menjadi topangan utama bagi setiap partai politik guna menetapkan pasangan calon usungannya. Pesohor dari kalangan artis masih menjadi pilihan utama beberapa partai politik guna menjadi salah satu dari pasangan calon yang diusungnya. Kondisi demikian tidak dapat dielakkan karena melihat pada fenomena Pemilu yang telah berlangsung sebelumnya, begitu banyak artis yang terpilih menjadi anggota DPR atau DPD. Bahkan bila berkaca pada perhalatan Pilkada sebelumnya, para pesohor dari kalangan artis menjadi tumpuan untuk meraih suara masyarakat pemilih.
Pelaksanaan Pilkada yang sudah di pelupuk mata, menjadi ajang pengujian terhadap tingkat pendidikan politik masyarakat. Masihkah pasangan pesohor dari kalangan artis menjadi mesin raihan suara yang sangat efektif? Akan dapat dilihat pasca pelaksanaan pencoblosan beberapa waktu mendatang.**** DasARSS.