Bandung Barat, (Mitraenamdua.com)_ Ketua Pusat Kajian Politik Ekonomi dan Pembangunan, Holid Nurjamil, mengemukakan pandangannya terkait pemangkasan anggaran yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dalam APBD 2024.
Dalam wawancara dengan media Mitraenamdua.com, melalui pesan WhatsApp, Holid menyoroti adanya ketidakseimbangan dan ketidakcermatan dalam proses rasionalisasi anggaran, yang justru menimbulkan kegaduhan di sejumlah dinas. Sabtu, (05/10/2024).
“Ini bukan lagi rasionalisasi, tapi irasionalisasi,” kata Holid. Ia mencontohkan kasus di Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus), di mana anggaran dua kali dipangkas dengan dalih rasionalisasi.
“Kepala Disarpus sudah menyatakan kekecewaannya karena pemangkasan ini sangat berdampak pada pelayanan publik,” ungkapnya.
Holid menjelaskan, pada awalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditetapkan sebesar Rp774,6 miliar, namun kini dikoreksi menjadi Rp772,3 miliar, turun sekitar Rp2,3 miliar atau 0,30%.
“Turunnya pendapatan ini menjadi persoalan serius, mengingat beberapa waktu lalu kita melihat realisasi pendapatan daerah baru mencapai 48,41% dari target yang ditetapkan dalam APBD 2024,” jelas Holid.
Menurutnya, pemerintah daerah harus lebih berhati-hati dan cermat dalam menetapkan target pendapatan.
“Penetapan target pendapatan tidak boleh asal-asalan. Itu harus didasarkan pada kajian yang matang dan realistis, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Jika tidak, pengeluaran daerah bisa tidak terdanai karena pendapatan yang direncanakan tidak tercapai,” ujarnya.
Lebih lanjut, Holid menyoroti adanya kesan bahwa Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) justru menyesuaikan pendapatan dengan belanja.
“Seharusnya belanja yang mengikuti pendapatan, bukan sebaliknya. Inilah yang menimbulkan pemangkasan di tengah jalan, karena target pendapatan yang tidak realistis,” katanya.
Ia juga menyoroti adanya peningkatan Pendapatan Transfer yang awalnya Rp2,5 triliun menjadi Rp2,68 triliun, atau naik sekitar 6,89%.
Namun, ia menegaskan bahwa meskipun ada peningkatan ini, pemangkasan anggaran harus dilakukan secara adil dan proporsional.
“Dalam reformulasi anggaran, jangan sampai ada favoritisme. Pemangkasan di satu dinas hanya sedikit karena kedekatan dengan pejabat tertentu, sementara dinas lain dipangkas lebih banyak. Hal ini melabrak asas proporsionalitas dan kepatutan,” tegas Holid.
Ia juga mengungkapkan contoh terkait Disarpus, di mana pemangkasan anggaran terjadi pada layanan publik yang krusial, sementara di Diskominfo justru ada belanja untuk pengadaan TV Smart Board senilai Rp11,5 miliar yang dianggap belum mendesak.
Selain itu, Holid juga menyoroti sejumlah permasalahan lain dalam penyusunan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2024.
“Jadwal penyampaian Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah untuk evaluasi Gubernur masih sering terlambat. Ini menunjukkan kurangnya kesiapan dan perencanaan yang matang,” jelasnya.
Ia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mempertimbangkan asas-asas penting dalam penyusunan anggaran, seperti proporsionalitas, kewajaran, dan efisiensi.
“Selisih dari hasil efisiensi sebaiknya digunakan untuk mendanai program yang lebih prioritas, terutama dalam pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Di akhir wawancaranya, Holid juga menyoroti koreksi belanja daerah yang berkurang sebesar Rp73 miliar atau 2,11%.
“Ketidakcermatan di awal penyusunan anggaran jelas terlihat dari koreksi ini. Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah perbaikan agar defisit tidak semakin besar. Kami juga berharap Kementerian Keuangan segera merilis PMK untuk membantu mengatasi kekurangan pembayaran transfer Dana Bagi Hasil (DBH), yang katanya defisitnya bisa mencapai sekitar Rp50 miliar,” pungkasnya.
Pandangan kritis Holid diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan anggaran yang lebih berpihak pada kepentingan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Jurnalis : DM62
Sumber : Lipsus
Editor : Mitraenamdua.com