Bandung Barat, (Mitraenamdua.com)_ Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung Barat (KBB) melalui bidang Pengembangan Sumber Daya Industri (PSDI), mengadakan dua kegiatan utama yang didanai oleh Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk tahun 2024.
Kegiatan pertama adalah pelatihan blending tembakau organik, sementara yang kedua merupakan kajian terkait Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Caca, perwakilan dari PSDI Disperindag KBB, menjelaskan bahwa pelatihan tersebut berlangsung selama dua hari, yaitu pada 20-21 Agustus 2024, di The La Oma Cafe dan Hotel, Lembang.
“Dalam pelatihan ini, para peserta diberikan pengetahuan mengenai blending tembakau berbasis organik. Blending ini adalah proses pemberian saus atau rasa pada tembakau murni, namun berbahan non-organik yang lebih baik dari bahan-bahan konvensional,” ungkapnya saat ditemui awak media. Selasa, (01/10/2024).
Pelatihan ini diikuti oleh 30 petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) KBB.
Caca, perwakilan dari PSDI Disperindag KBB saat di wawancarai awak media
“Peserta kebanyakan berasal dari wilayah Gunung Halu, Rongga, Cipongkor, Sindangkerta, Cililin, dan sebagian dari Ngamprah,” tambah Caca.
Disperindag KBB mengalokasikan anggaran sebesar Rp 60 juta untuk kegiatan ini, yang meliputi perlengkapan alat tulis kantor (ATK) dan kebutuhan lainnya.
Caca menegaskan, tujuan pelatihan ini untuk mempersiapkan para petani tembakau di Bandung Barat yang saat ini belum memiliki industri tembakau legal.
“Saat ini, Bandung Barat belum memiliki pabrik tembakau yang membayar cukai. Jika ada, tentunya bantuan bisa lebih besar, seperti dalam bentuk mesin produksi. Namun, kita perlu memastikan legalitas terkait cukai sebelum memberikan bantuan tersebut,” katanya.
Selain pelatihan, Disperindag KBB juga sedang melakukan kajian potensi pengembangan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Kajian ini meliputi empat aspek utama: potensi pengembangan industri tembakau, identifikasi lokasi yang potensial, studi kelayakan (FS) untuk pemilihan lokasi, serta penyusunan master plan dan detail engineering design (DED).
“Kajian ini baru dimulai bulan ini. Kami sedang menunggu hasil dari konsultan untuk menentukan lokasi yang tepat. Kalau sudah ada tempat, kami akan usahakan untuk membeli tanah atau memanfaatkan aset yang tidak terpakai,” jelas Caca.
Sentra industri tembakau yang direncanakan ini akan mencakup berbagai fasilitas seperti mesin pencacah tembakau, gudang penyimpanan, laboratorium cukai, hingga mesin pelinting rokok.
“Nantinya, sentra ini akan dikelola oleh pemerintah daerah, mirip dengan yang dilakukan di Garut, Kudus, dan Lombok, di mana sentra industri tembakau dikelola pemerintah dengan melibatkan UKM lokal,” terang Caca.
Disperindag KBB sendiri menerima anggaran DBHCHT sebesar Rp 169 juta, yang hanya kurang 2% dari total DBHCHT yang diterima oleh KBB. Dari jumlah tersebut, Rp 100 juta digunakan untuk kajian sentra industri, sedangkan sisanya dipakai untuk pelatihan.
“Minggu ini kami akan survei bersama konsultan. Kami tetap mengacu pada aturan PMK, karena pembangunan sentra industri ini biasanya membutuhkan lahan seluas 200 meter persegi dan seluruhnya akan dibiayai oleh DBHCHT, bukan dari anggaran APBD KBB,” pungkas Caca.
Dengan adanya pelatihan dan kajian ini, Disperindag KBB berharap dapat meminimalisir produksi rokok ilegal di masyarakat serta mendorong pengembangan industri tembakau yang legal dan berkelanjutan di Kabupaten Bandung Barat.
Jurnalis : DM62
Sumber : Liputan
Editor : Mitraenamdua.com